Jadi dari kemarin nggak bisa menahan diri buat gak baca ulang FMA dan nonton ulang FMAB.
Aku bukan otaku, sih. Nggak semua anime ku tonton. Cuma nonton yang tampaknya menarik saja. Dulu, pertama kali aku pengen nonton FMA sebenarnya karena kata “Alchemist."
Jujur saja, pertama kali dengar kata alchemist itu dari nonton Harry Potter and the Philosopher Stone (apa Sorcerer?)
Sejak saat itu jadi tertarik, apa lagi setelah lihat katanya, kalau dipotong ada “Chemist" disitu, jadi kupikir ada hubungannya sama kimia. lol
And well katanya alchemy itu sendiri akar dari ilmu kimia. Dan tiba-tiba FMA (manga) datang dalam hidupku! Datangnya cukup konyol sih :)
Di tempat aku tinggal dulu, nggak ada toko buku besar semacam Gramedia. Tapi, mataku secara nggak sengaja menangkap kata “Alchemist" di suatu rak majalah/komik di indomaret. Yap! Indomaret! Aku ingat sekali, volume yang pertama kali ku beli itu volume 19, yang ada tentang masa lalu Van Hohenheim yang belakangan ini aku baru tahu, namanya ternyata diambil dari Paracelsus alias Theophrastus Bombastus von Hohenheim karena perkenalan mata kuliah Analisis Farmasi Anorganik ketika tingkat 2 kemarin dengan quote-nya:
“Alle Ding’ sind Gift, und nichts ohn’ Gift; allein die Dosis macht, daß ein Ding kein Gift ist."
"All things are poison, and nothing is without poison; only the dose permits something not to be poisonous."
Di kelasku yang nonton anime waktu SMA sepertinya jarang, seperti cuma 2 orang saja, belum termasuk aku sih. Dan sepertinya preferensi-nya beda juga. Seingat ku cuma aku yang baca FMA. Haha =A=
Dulu aku menghabiskan waktu berjam-jam di warnet cuma buat baca FMA karena setelah volume 19 itu aku tidak bisa menemukan FMA dimana-mana di kota (kabupaten, lebih tepatnya lol) tempat tinggalku.
Untuk-ku, FMA is such a great work. Seriously. It’s great. Sebelumnya manga bacaanku atau anime tontonanku itu bisa dihitung lah dengan jari, karena waktu SMP dan SD juga yang aku kenal hanya Doraemon, Cardcaptor Sakura, Detective Conan, Sailor Moon, Yugi-Oh!, HunterxHunter, The Law of Ueki, Shaman King, apapun yang muncul di TV deh dan komik yang dipunya teman. Yang di TV pun nggak semua, dan nggak semua judul kutonton sampai habis karena berbagai macam alasan =A=
Kalau boleh bilang, aku jatuh cinta sama FMA. Konsepnya tentang “Equivalent Exchange" itu salah satu yang ku suka. Bagaimana ya, dari dulu aku selalu percaya bahwa “all good things come from hard work." Nggak semua orang percaya ini sepertinya, semacam percaya bahwa tetap ada yang tidak bisa diraih dengan hard work. Maksudku yang sudah ditentukan oleh Tuhan. Yang disebut bakat dan takdir.
Does it really matter? Well, I don’t know. To be honest, I don’t know. Tapi untuk takdir, ingat tidak?
"Tuhan tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai suatu kaum berusaha untuk mengubah diri mereka sendiri."
Yah, nggak tepat tapi sekitar itu lah. Yang namanya takdir itu masih bisa diubah (dan bakat ada di dalam takdir kan ya?), dengan kerja keras. Itu lah yang orang seringkali lupa. Mereka cuma “Gue kan gini, jadi itu nggak mungkin." Sebenarnya aku juga kena masalah semacam itu, aku percaya tapi aku takut akan hasil akhirnya. Apakah kepercayaanku terhadap kerja keras ini benar? Tapi malah itu yang tidak membuat aku maju. Ketakutan itu membunuh.
Alchemy, mungkin memang disebut-sebut sebagai akar dari ilmu kimia. Tapi sebenarnya, lebih dari itu. Alchemy itu adalah hidup itu sendiri. Dan kupikir, begitu juga dengan ilmu-ilmu lain (biarpun alchemy itu bukan science sebenarnya).
"All is one. One is all."
Pemahamanku pasti masih rendah, tapi tak apa. Mari kita berjudi sedikit dengan hidup, ok? Kita harus bisa melihat “satu" sebagai bagian dari “keseluruhan" dan “keseluruhan" sebagai kumpulan dari “satu". Jadi, yang paling penting untuk diperhatikan menurutku adalah bagaimana “satu" saling berhubungan membentuk sistem yang disebut “keseluruhan" dan “keseluruhan" sebagai hasil dari hubungan para “satu". Kata kuncinya hubungan. Hanya pikiranku, jadi tidak absolut benar, mungkin salah bahkan. Hehe. Dan jujur saja sebenarnya i’m still working on it and the question “would the ‘all’ change if we didn’t exist?". Untuk jawaban dari pertanyaan itu, jujur saja aku tidak tahu. Yang aku tahu benar sih, kita ini ‘insignificant’. So, the universe will keep going even though we weren’t there. Kita ambil contoh mati yang tidak natural. Aku yakin bunuh diri itu dilarang di agama manapun, itu seperti playing God; tapi alam semesta tidak berakhir walaupun kamu bunuh diri yang berakhir hanya hidupmu, hanya dunia dalam pikiranmu, hanya hubunganmu dengan dunia.
Um, well. Mungkin rambling random saya sampai sana dulu. Balik ke manganya, deh. Yey~!
Kenapa aku bilang FMA’s so damn brilliant? Alasannya, yap, alasan. (Aku tidak tahu menyukai bisa tidak perlu alasan, keyakinanku itu segala sesuatu pasti ada alasannya lol) I love this series as a whole because of some reasons.
1. Plot. Aku bukan penulis, bukan komentator buku, bukan pengamat perkomikan, atau apapun. Cuma orang awam. Dari kacamataku sendiri, cerita dari FMA itu benar-benar well-planed. It’s not trying to be cool! It’s cool without even trying.
2. Karakter. Banyak karakter hebat disini. Karakternya kuat dan berkembang. Nggak plin-plan. They have their own “badass time." lol. Dan aku bisa relate dengan karakternya, iya; subjektif dan personal.
3. Unidentified reason. Entah kenapa aku attached sama serial ini, mungkin karena prinsip yang dipegang karakter-karakternya sama denganku. Pelajaran yang bisa kuambil tiap aku baca. Seringkali ketika membaca ulang, aku menemukan sesuatu yang sebelumnya tidak aku temukan. Mungkin pengalaman hidup sih, semakin banyak pengalaman, semakin dalam pemahaman, Mungkin itulah kenapa tiap membaca ulang, selalu ada seuatu yang berbeda. XD
Untuk kali ini:
"Move forward but don’t forget to look back so that you can learn."
And… “There are principles that governs all."