Tuesday, 16 July 2013

Just... Well...


Jadi dari kemarin nggak bisa menahan diri buat gak baca ulang FMA dan nonton ulang FMAB.
Aku bukan otaku, sih. Nggak semua anime ku tonton. Cuma nonton yang tampaknya menarik saja. Dulu, pertama kali aku pengen nonton FMA sebenarnya karena kata “Alchemist."
Jujur saja, pertama kali dengar kata alchemist itu dari nonton Harry Potter and the Philosopher Stone (apa Sorcerer?)
Sejak saat itu jadi tertarik, apa lagi setelah lihat katanya, kalau dipotong ada “Chemist" disitu, jadi kupikir ada hubungannya sama kimia. lol
And well katanya alchemy itu sendiri akar dari ilmu kimia. Dan tiba-tiba FMA (manga) datang dalam hidupku! Datangnya cukup konyol sih :)
Di tempat aku tinggal dulu, nggak ada toko buku besar semacam Gramedia. Tapi, mataku secara nggak sengaja menangkap kata “Alchemist" di suatu rak majalah/komik di indomaret. Yap! Indomaret! Aku ingat sekali, volume yang pertama kali ku beli itu volume 19, yang ada tentang masa lalu Van Hohenheim yang belakangan ini aku baru tahu, namanya ternyata diambil dari Paracelsus alias Theophrastus Bombastus von Hohenheim karena perkenalan mata kuliah Analisis Farmasi Anorganik ketika tingkat 2 kemarin dengan quote-nya:
Alle Ding’ sind Gift, und nichts ohn’ Gift; allein die Dosis macht, daß ein Ding kein Gift ist."
"All things are poison, and nothing is without poison; only the dose permits something not to be poisonous."
Di kelasku yang nonton anime waktu SMA sepertinya jarang, seperti cuma 2 orang saja, belum termasuk aku sih. Dan sepertinya preferensi-nya beda juga. Seingat ku cuma aku yang baca FMA. Haha =A=
Dulu aku menghabiskan waktu berjam-jam di warnet cuma buat baca FMA karena setelah volume 19 itu aku tidak bisa menemukan FMA dimana-mana di kota (kabupaten, lebih tepatnya lol) tempat tinggalku.
Untuk-ku, FMA is such a great work. Seriously. It’s great. Sebelumnya manga bacaanku atau anime tontonanku itu bisa dihitung lah dengan jari, karena waktu SMP dan SD juga yang aku kenal hanya Doraemon, Cardcaptor Sakura, Detective Conan, Sailor Moon, Yugi-Oh!, HunterxHunter, The Law of Ueki, Shaman King, apapun yang muncul di TV deh dan komik yang dipunya teman. Yang di TV pun nggak semua, dan nggak semua judul kutonton sampai habis karena berbagai macam alasan =A=
Kalau boleh bilang, aku jatuh cinta sama FMA. Konsepnya tentang “Equivalent Exchange" itu salah satu yang ku suka. Bagaimana ya, dari dulu aku selalu percaya bahwa “all good things come from hard work." Nggak semua orang percaya ini sepertinya, semacam percaya bahwa tetap ada yang tidak bisa diraih dengan hard work. Maksudku yang sudah ditentukan oleh Tuhan. Yang disebut bakat dan takdir.
Does it really matter? Well, I don’t know. To be honest, I don’t know. Tapi untuk takdir, ingat tidak?
"Tuhan tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai suatu kaum berusaha untuk mengubah diri mereka sendiri."
Yah, nggak tepat tapi sekitar itu lah. Yang namanya takdir itu masih bisa diubah (dan bakat ada di dalam takdir kan ya?), dengan kerja keras. Itu lah yang orang seringkali lupa. Mereka cuma “Gue kan gini, jadi itu nggak mungkin." Sebenarnya aku juga kena masalah semacam itu, aku percaya tapi aku takut akan hasil akhirnya. Apakah kepercayaanku terhadap kerja keras ini benar? Tapi malah itu yang tidak membuat aku maju. Ketakutan itu membunuh.
Alchemy, mungkin memang disebut-sebut sebagai akar dari ilmu kimia. Tapi sebenarnya, lebih dari itu. Alchemy itu adalah hidup itu sendiri. Dan kupikir, begitu juga dengan ilmu-ilmu lain (biarpun alchemy itu bukan science sebenarnya).
"All is one. One is all."
Pemahamanku pasti masih rendah, tapi tak apa. Mari kita berjudi sedikit dengan hidup, ok? Kita harus bisa melihat “satu" sebagai bagian dari “keseluruhan" dan “keseluruhan" sebagai kumpulan dari “satu". Jadi, yang paling penting untuk diperhatikan menurutku adalah bagaimana “satu" saling berhubungan membentuk sistem yang disebut “keseluruhan" dan “keseluruhan" sebagai hasil dari hubungan para “satu". Kata kuncinya hubungan. Hanya pikiranku, jadi tidak absolut benar, mungkin salah bahkan. Hehe. Dan jujur saja sebenarnya i’m still working on it and the question “would the ‘all’ change if we didn’t exist?". Untuk jawaban dari pertanyaan itu, jujur saja aku tidak tahu. Yang aku tahu benar sih, kita ini ‘insignificant’. So, the universe will keep going even though we weren’t there. Kita ambil contoh mati yang tidak natural. Aku yakin bunuh diri itu dilarang di agama manapun, itu seperti playing God; tapi alam semesta tidak berakhir walaupun kamu bunuh diri yang berakhir hanya hidupmu, hanya dunia dalam pikiranmu, hanya hubunganmu dengan dunia.
Um, well. Mungkin rambling random saya sampai sana dulu. Balik ke manganya, deh. Yey~!
Kenapa aku bilang FMA’s so damn brilliant? Alasannya, yap, alasan. (Aku tidak tahu menyukai bisa tidak perlu alasan, keyakinanku itu segala sesuatu pasti ada alasannya lol) I love this series as a whole because of some reasons.
1. Plot. Aku bukan penulis, bukan komentator buku, bukan pengamat perkomikan, atau apapun. Cuma orang awam. Dari kacamataku sendiri, cerita dari FMA itu benar-benar well-planed. It’s not trying to be cool! It’s cool without even trying.
2. Karakter. Banyak karakter hebat disini. Karakternya kuat dan berkembang. Nggak plin-plan. They have their own “badass time." lol. Dan aku bisa relate dengan karakternya, iya; subjektif dan personal.
3. Unidentified reason. Entah kenapa aku attached sama serial ini, mungkin karena prinsip yang dipegang karakter-karakternya sama denganku. Pelajaran yang bisa kuambil tiap aku baca. Seringkali ketika membaca ulang, aku menemukan sesuatu yang sebelumnya tidak aku temukan. Mungkin pengalaman hidup sih, semakin banyak pengalaman, semakin dalam pemahaman, Mungkin itulah kenapa tiap membaca ulang, selalu ada seuatu yang berbeda. XD
Untuk kali ini:
"Move forward but don’t forget to look back so that you can learn."
And… “There are principles that governs all."

Tuesday, 19 February 2013

......

PSYCHO-PASS KEREN BANGET
dulu sering kepikiran untuk membuat suatu sistem dimana aku bisa bergantung sama sistem itu sepenuhnya, segalanya punya tempat dan peran masing-masing, segalanya teratur. semua keputusan-keputusan yang dilakukan manusia, bisa diputuskan oleh alat. *akibat dari males mikir* tapi, habis nonton Psycho-Pass, keinginan itu kayak patut dipertanyakan, ternyata kalau dibuat seperti itu setelah dipikir-pikir juga bakalan jadi aneh, buruk mungkin. waktu lagi nonton itu, aku mencoba memposisikan diri jadi orang yang Psycho-Pass-nya nggak bisa diperbaiki, ternyata nggak bebas. aku nggak bisa bermimpi jadi apapun yang aku mau, semua ada standar-nya termasuk pikiran. pikiran jadi nggak bebas, bagi saya kebebasan itu lebih di pikiran. teratur mungkin iya, tapi karena hampir segalanya ada alatnya, ke-manusia-an si manusia itu malah jadi hilang, kalau suatu saat ada bencana besar dan teknologi yang ada sedang tidak bisa dipakai, orang-orang yang hidup di masa itu kemungkinan akan sulit bertahan, mati, sudah terlalu nyaman dengan hidup mereka. emang sih kalau teknologi memadai mungkin bisa ada peringatan dini dimana dimungkinkan adanya evakuasi manusia, tapi teknologi semacam itu pasti butuh riset lama sekali. lagian alam bisa diprediksi setepat apa sih oleh teknologi, itu kan cuma ciptaan manusia. keinginan buat membuat sistem super tetap ada sih, tapi... serius benar-benar dipertanyakan. *kecuali aku yang jadi pengendali sistemnya mungkin* hahahaha

Saturday, 16 February 2013

apayah

apa yah?
a-payah? eh, nggak payah dong berarti #naonsih
Mari nge-geje. Makin kesini makin ga bisa serius wkwkwk
Sebenarnya bingung mau nulis apa, tapi demi kesehatan mental, saya harus menulis. HahahaHAHA. cih.
Karena saya nggak bisa teriak seenaknya, karena faktor nggak ada tempat dan well, karena saya emang nggak bisa teriak. *nginget waktu masih di kendo* uh, mau dipaksain gimanapun tetap nggak bisa teriak. Walaupun sudah di tempat sepi sekalipun, di pantai yang nggak ada orang pun kayaknya tetap nggak bisa teriak. Eh, ngapain ini ngomong soal teriak.
Okay, ngapain ya? Ah, jadi, hari ini tampaknya aku jadi sadar tentang sesuatu.
Pokoknya ada yang salah. Ada yang benar-benar salah. Tadi tuh, ke studio. Lebih tepatnya studio musik. Ngapain? Random. Orang yang gak bisa main alat musik kayak saya mau main apa sih? gimme a break, i wanna laugh out loud. HA!
Kayak udah hilang sense, entahlah. Pokoknya sesuatu, dulu masih bisa nyoba ngikutin orang main *biarpun dasar doang* atau seenggaknya ngebayangin mana aja yang harus dipukul. Sekarang nggak bisa sama sekali. Kenapa sih? Apa sih yang salah? Waktu duduk di situ tuh,
"wat? apa yang harus gue pukul? harus bikin suara kayak gimana?"
sekalinya nyoba mukul,
"keras banget, masih nggak bisa koordinasi tangan dan kaki juga." *iyalah latihan gak pernah*
jadi apa yang salah? aku mau bisa main instrumen ini, tapi suaranya keras banget kalau main langsung. padahal kalau dengerin musik aja, suaranya instrumen ini nggak sekeras ini. jadi apa? nggak nyaman kalau suaranya nggak bisa kedengaran tapi nggak nyaman juga kalau suaranya terlalu keras. apa yang salah sebenarnya? nggak cocok apa sama instrumen ini? tapi mau bisaaaaaaaaaa.

Friday, 15 February 2013

whatever

banyak orang takut kehilangan kemampuan menulisnya, suatu kemampuan yang bahkan dari awal aku nggak punya. kata guru bahasa indonesiaku yang penting saat menulis itu adalah kejujuran. yang dimaksud kejujuran dalam menulis itu apa sih sebenarnya? aku nggak pernah tahu apa itu kejujuran dalam menulis. err-- karena bakal random seperti biasa, biarin lah ya. lompat-lompat.
ngomong-ngomong soal menulis, sepertinya menulis itu penting ya, maksudku, seperti sekarang ini. mengutarakan pikiran, bukannya dipikirkan sebentar lalu dilupakan dan jadi sampah. setelah kupikir-pikir, sepertinya menuangkan apa yang dipikirkan dan dirasakan ke dalam suatu wadah sebenarnya penting. nah, salah satu wadah itu contohnya tulisan. kenapa, kalau buat aku sendiri sih sepertinya untuk menjaga kewarasan yang terancam akibat tuntutan orang tua dan keinginan yang terpaksa harus dipendam. anak muda zaman sekarang ini mentalnya lemah ya, kena goncangan sedikit aja stress. sebenarnya kepikiran juga sih, aku ini cuma mau lari atau apa sih dengan menulis kayak gini? ah, peduli setan lah.
hm, kenapa nggak kepikiran buat nulis kayak gini ya dari dulu? emang sih, cuma kayak jurnal biasa. ah, mungkin sebabnya dulu karena nggak mau diliat kayak lagi nulis diary--err, bodoh? iya. dan juga pengennya kebodohan pikiranku jadi rahasia sendiri saja. tapi belakangan ini, aku merasa butuh dikritik, butuh mendengar pendapat dan pemikiran orang lain juga. tapi sayangnya yang mau ditanya dan diajak ngobrol cuma sedikit. susah. ya, level obrolan mereka lebih tinggi kali jadinya pertanyaanku membosankan atau bodoh. ck.

Sunday, 10 February 2013

why do i have to bother about its title?

Jadi ingat dulu, waktu awal-awal itu suka-nya yang grafis-nya lucu. Ya, biarpun tetap entah kenapa ada sedikit ketertarikan sama yang macam spiderman, superman, dan lalala yang gambarnya nggak lucu :p
Belakangan ini lagi nge-fans banget sama Slam Dunk. dulu sih, nggak begitu tertarik karena gambarnya yang sangar dan temanya olah raga, dulu nggak suka olah raga sih. Tapi sekarang, wah rasanya semangat kalo baca manga yang satu ini. Dan jadinya tertarik baca karya Takehiko Inoue yang lain lagi kayak misal Vagabond. Sekarang sih lagi zamannya orang-orang pada suka Kuroko no Basuke, katanya. Tapi belom ada ketertarikan buat baca dan larinya malah ke Slam Dunk, ehehe. Rada nyesel juga nggak dari dulu baca, biarpun sempat nonton anime-nya di TV, tapi kayaknya cuma beberapa episode awal yang op-nya Kimi ga Suki da to Sakebitai dan ed-nya masih yang pertama *nggak tau judulnya*, somehow inget pernah denger lagunya waktu nonton lagi kemarin.
Yang menyenangkan dari baca Slam Dunk ini sih, humornya, saya suka; BANGET. Grafis-nya, this is my favourite kind of manga graphics for now. Ceritanya realistis, bagi saya anyway. Kecuali mungkin bagian dimana orang-orang itu nggak ngalamin cedera kepala berat habis diadu kepalanya, dipukul alat pel, dibenturin ke tembok, dan dipukul pake pipa logam. :p
*sesi fangirl*
Ryotaaaaaaa, kamu cerdik sekali, entah kenapa kalo kamu tuh rasanya jadi nguasain permainan dengan taktikmu~ Lucu banget sih~
Sendoh lucu~ nyante~ cool. Ekspresi-nyaaaaaaaa :3
Rukawa... cold, aloof, almost unfeeling. Those are what i like about him x3
Akagi, seseorang yang menjadi hebat karena effort, kapan saya bisa mengusahakan diri saya untuk jadi lebih baik kayak kamuuuuuuuu
Kogureeee~ lucu deh pake kacamata~ kamu orang baik ya, mas :3 you're pretty good on the court anyway :3
the last but not least, Mitchan~ #digaplak ; rasanya seperti melihat diri sendiri, tapi masalahnya kalau saya masih Mitchan versi brandal. Yang saya lihat itu, bocah rada arogan dan nggak mau kalah, karena 'jatuh' malah tenggelam ke self-pity, pelariannya yang salah, depresi, pengen balik tapi ragu, kehilangan sebagian diri, bingung, masih mencari. Dan ketika liat pak Anzai, akhirnya dia ngaku dia masih mau main basket. aaaaaaaaa~ Mitchan manis deh. sukaaaaaaaaaaaaa. semoga saya bisa melewati fase yang 'itu' sama halnya seperti kamu, Mitsui. *mungkin harus potong rambut*
*end*
Yang saya suka juga sih, perkembangan karakter.
Hanamichi yang akhirnya sadar bahwa ia benar-benar cinta basket. Rukawa yang akhirnya bisa kerja sama. Miyagi yang pada akhirnya selalu bisa jadi percaya diri. Mitsui yang akhirnya bangkit dari 'jatuh'-nya. Dan lalalala
sukasukasukaaaaaaaaaa X3
Dan yang terpenting lagi, jadi sadar olahraga itu penting ==d *lirik Mitsui yang staminanya berantakan wkwkwk*
ah, sudahlah. harusnya sekarang belajar anfisman dan bikin summary tapi mager. mungkin milih tidur aja :p

Saturday, 26 January 2013

jumpy

Worthless. Piece of junk. Tulisan saya selalu begitu. Nggak ada apa-apanya. Kesel, tapi nggak ngerti harus diapakan. Heh. Pengennya nulis buat menghilangkan rasa bosan, adanya makin kesel sama diri sendiri.

Bosan. Bosan. Bosan. Bosan. Bosan. Bosan. Bosan. Bosan. Bosan. Bosan. Bosan. Bosan. Bosan. Bosan.

Beberapa waktu belakangan ini cuma ada itu di kepala, rasa bosan. Ingin melakukan sesuatu yang lain tapi tidak tahu apa, sekalinya ada yang lewat di kepala pasti ada kendala. Kendala utamanya biasanya kemampuan. Apa nggak ada hal yang bisa saya lakukan dengan baik dan benar? Apa nggak ada hal yang bisa membedakan saya dari orang lain? Eh, kenapa ujung-ujungnya kesini?

Rasanya nggak punya kompetensi dan nggak punya identitas itu menyebalkan.

Monday, 26 November 2012

nah

Semester tiga hampir lewat. Masih dengan kemalasan yang sama (atau malah mungkin makin menjadi) dan semangat yang sama (sama, seperti kemarin: tidak ada sama sekali).
Ketika post ini dimuat, saya sedang berniat taubat. Iya, saya tahu saya telat. IP sudah kadung seperti itu, ya gimana lagi. Lebih baik terlambat kan daripada tidak sama sekali? (hanya untuk urusan ini, btw~!)
Jadi, Nihil... Selamat membaca post dari saya! (Nihil, well karena saya tahu blog ini tidak akan dibaca orang mwahahaha XD)